Beranda | Artikel
Ciri-Ciri Hamba Yang Ikhlas Bagian 2 - Aktualisasi Akhlak Muslim (Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary, M.A.)
Senin, 4 Desember 2017

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary

Kajian oleh: Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary, M.A.

Download kajian sebelumnya: “Ciri-Ciri Hamba Yang Ikhlas Bagian 1 – Aktualisasi Akhlak Muslim“.

Ringkasan Kajian: Ciri-Ciri Hamba Yang Ikhlas Bagian 2

Diantara ciri-ciri hamba yang ikhlas selanjutnya adalah:

Berusaha menyembunyikan amal kebaikannya

Tanda ini merupakan tanda yang paling jelas. Tujuannya adalah agar orang lain tidak mengetahuinya. Cukup dirinya dan Allah yang mengetahuinya. Setiap amal yang dia lakukan memiliki pondasi dan akar  yang kokoh di dalam hati. Tertutup dari pandangan manusia. Ia senang mensucikan dirinya agar jauh dari pandangan ataupun pengetahuan manusia. Ini merupakan salah satu cara seorang hamba untuk meraih keikhlasan. Oleh karena itu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menganjukan umatnya untuk mengerjakan shalat-shalat sunnah di rumah. Karena itu lebih tersembunyi dari pandangan manusia. Demikian pula shalat-shalat sunnah lainnya, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam lebih senang mengerjakan di rumah.

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda

اجعلوا في بيوتِكم من صلاتِكم، ولا تتَّخِذوها قبورًا

jadikanlah rumah kalian sebagai tempat shalat kalian, jangan jadikan ia sebagai kuburan” (HR. Al Bukhari no. 432, 1187, Muslim no. 777)

Fudhail bin Iyadh mengatakan, “amal dan pertkataan terbaik adalah yang tidak diketahui oleh manusia”. Oleh karena itu jika seorang muslim benar-benar ingin meraih keikhlasan, maka menghindarlah dari ketenaran dan pandangan manusia.

Tidak suka dengan popularitas

Siapa yang tidak kenal dengan Imam Al-Bukhori dan Imam Muslim? Semua orang tahu. Mengapa mereka berdua mencapai popularitas yang luar biasa? Apakah mereka dulu mengejar popularitas itu? Tidak. Imam Bukhori dan Imam Muslim tidak mengejar popularitas. Tapi Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan mereka populer ditengah-tengan manusia setelah mereka wafat. Buku mereka diterima oleh manusia. Hingga orang-orang mengatakan, “kitab yang paling shahih setelah kitabullah adalah kitab shahih Bukhori dan kitab Muslim”.

Demikian pula Imam Malik. Ketika menulis Kitab Al Muwaththa’. Salah seorang muridnya mengatakan, “mengapa kamu menulis Kitab Muwaththa’ ini? Hanya satu jilid dengan 1.500an hadits. Sementara di sana banyak Muwaththa’ lain yang lebih besar dan populer”. Maka Imam Malik menjawab, “Barang siapa yang niatnya lillah, maka akan abadi”. Imam Malik menulis kitab Muwaththa bukanlah untuk menyaingi kitab-kitab yang sudah ada. Tapi beliau menulisnya lillahi Ta’ala. Bukan berarti ulama lain tidak ikhlas. Namun kadar keikhlasan itu bertingkat-tingkat antara yang satu dengan yang lainnya. Dan apa yang dikatakan Imam Malik ini terbukti. Pada hari ini, yang dikenal oleh manusia dari kitab-kitab Muwaththa’ hanyalah kitab Imam Malik. Sehingga ketika disebutkan Muwaththa’, kaum muslimin langsung melekatkan dengan Imam Malik.

Tidak terpengaruh dengan pemberian

Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,

تَعِسَ عَبْدُ الدِّيْنَارِ تَعِسَ عَبْدُ الدِّرْهَمِ، تَعِسَ عَبْدُ الْخَمِيْصَةِ تَعِسَ عَبْدُ الْخَمِيْلَةِ إِنْ أُعْطِيَ رَضِيَ وَإِنْ لَمْ يُعْطَ سَخِطَ

“Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba khamisah dan khamilah (sejenis pakaian yang terbuat dari wool/sutera). Jika diberi ia senang, tetapi jika tidak diberi ia marah” (HR. Bukhari).

Ini adalah satu celaan pada orang-orang yang mempunyai sifat demikian. Satu-satunya orientasi ketika bermal adalah dunia. Jika mendapatkan sesuatu, bergairah. Namun jika tidak mendapatkan sesuatu, dia bermalas-malasan. Orang beriman adalah orang yang tidak mengharapkan ucapan terima kasih atau juga balasan dari manusia.

Senang ketika melihat orang lain mendapatkan nikmat

Seorang yang hatinya dijauhi dengan keikhlasan, maka secara otomatis akan terjauhkan dari sifat hasad dan dengki kepada sesama. Sebaliknya hatinya dipenuhi kasih sayang untuk selalu mengutamakan orang lain. Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Tidak beriman salah seorang dari kalian hingga dia mencintai bagi saudaranya apa yang dia cintai bagi dirinya sendiri.” (HR. Bukhari no. 13 dan Muslim no. 45)

Sabar menghadapi ujian dalam amal yang dihadapi

Didalam ibadah yang dihadapi oleh seorang muslim, seringkali Allah memberikan ujian. Disinilah keikhlasan seorang muslim diuji. Dan dengan ujian ini maka akan nampak kadar keikhlasan seseorang. Bahwa ujian dan musibah tidak menyeretnya mundur ke belakang.

Simak Penjelasan Lengkap dan Download MP3 Kajian: Ciri-Ciri Hamba Yang Ikhlas Bagian 2


[do_widget id=blog_subscription-2]

Mari turut bagikan hasil rekaman ataupun link kajian yang bermanfaat ini, melalui jejaring sosial Facebook, Twitter, dan Google+ yang Anda miliki, agar orang lain bisa turut mengambil manfaatnya. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala membalas kebaikan Anda.


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/28945-ciri-ciri-hamba-yang-ikhlas-bagian-2-aktualisasi-akhlak-muslim-ustadz-abu-ihsan-al-atsary-m/